Z
|
aman
dahulu kala ada sebuah kerajaan yang tenteram dan damai, bernama
Kutatangggeuhan. Rajanya yang adil bijaksana bernama Prabu Suwarnalaya. Beliau
memerintah kerajaan didampingi oleh permaisurinya bernama Ratu Purbamanah.
Karena kebijaksanaan sang Raja dan karena anugerah Yang Maha Pengasih dan
Penyayang dalam bentuk tanah yang subur, kerajaan pun sangatlah makmur. Tak ada
warga kerajaan yang kekurangan dalam hal sandang, pangan, maupun papan. Semuanya
serba berkecukupan.
Namun, baik Raja maupun Permaisuri dan bahkan rakyat,
merasa ada sesuatu yang kurang. Raja dan Permaisuri belum dianugerahi seorang
putra ataupun putri walaupun mereka sudah cukup lama menikah. Itulah sebabnya
sang Raja sering termenung dan Permaisuri berurai air mata. Berbagai upaya
telah dilakukan, termasuk penggunaan ramuan-ramuan yang dimakan baik oleh sang
Raja maupun Sang Permaisuri. Sejumlah besar dukun telah diundang untuk
membacakan mantra-mantra. Akan tetapi, semua upaya itu tampaknya sia-sia
belaka.
Beberapa rakyat di kerajaan pernah menyarankan usul yang bijaksana
kepada Raja dan Permaisuri. “Gusti Raja dan Gusti Ratu, mengapa tidak memungut
anak yatim piatu saja? Di kerajaan banyak anak yatim piatu, diantaranya
putra-putri prajurit dan perwira kerajaan yang gugur mempertahankan kerajaan,”
kata mereka. Akan tetapi, Raja dan Permaisuri tidak mau mendengar usul itu.
Anak pungut berbeda dengan anak sendiri, kata beliau satu sama lain.
Ketika kesedihan sudah tidak tertahankan, sang Raja memutuskan untuk
bertapa. Lalu, bertapalah beliau di tempat sunyi di dalam hutan.
Berminggu-minggu beliau bertapa hingga pada suatu ketika, antara sadar dan
tidak beliau mendengar suara, “Hai Prabu Suwarnalaya, apakah yang Anda inginkan
hingga Anda bertapa?” “Hamba menginginkan anak,” ujar sang Raja.”Bukankah Anda
dapat memungut anak yatim piatu?” kata suara itu pula. “Hamba menginginkan anak
sendiri, darah daging sendiri, “ujar Raja pula. “Jadi Anda hanya menginginkan
anak sendiri ?” sahut suara itu lagi. “Ya, bagaimananapun keadaannya, anak
sendiri lebih baik daripada anak pungut,” jawab sang Raja.” Baiklah kalau
begitu, sekarang pulanglah,” kata suara itu. Maka sang Raja pun pulang.
Beberapa waktu setelah peristiwa itu, sang Permaisuri pun hamil.
Seluruh kerajaan pun bersuka ria. Banyak warga kerajaan mengirim berbagai
hadiah kepada raja dan ratu mereka sebagai ungkapan kegembiraan itu. Setelah
saatnya tiba, sang Permaisuri pun melahirkan seorang bayi putri. Kelahiran sang
Putri disambut dengan pesta tujuh hari tujuh malam. Sang Putri diberi nama
Putri Gilang Rinukmi. Sekali lagi warga kerajaan mengirimkan berbagai hadiah
yang mahal-mahal bagi sang Putri.
Semakin besar sang Putri semakin cantik pula. Sementara itu, sebagai
anak satu-satunya dan sangat diinginkan kehadirannya oleh kedua orang tua
mereka dan oleh rakyat, sang Putri sangatlah dimanjakan. Akibatnya, sang Putri
jadi remaja putri yang berperangai buruk. Segala keinginannya harus dituruti.
Kalau sekali ditentang, ia suka uring-uringan. Ia pun suka memerintah pelayan
istana seakan-akan ia sendiri raja atau ratu. Kalau tidak setuju dengan
pelayanan mereka, biasanya ia marah. Tak jarang ia bertindak kasar dan
mempergunakan kata-kata yang tak layak keluar dari mulut seorang putri.
Walaupun begitu, Raja, Permaisuri, dan rakyat tetap mencintainya.
Apalagi semakin dewasa sang Putri semakin cantik pula. Pada usia tujuh belas
tahun, tidak ada putri lain atau gadis di kerajaan yang menandingi
kecantikannya. Pada usia itu pula, ketika sang Putri menginjak usia dewasa,
rakyat mengumpulkan kekayaan mereka untuk dapat memberikan hadiah kepadanya.
Dari berbagai pelosok kerajaan datang sumbangan-sumbangan berupa berbagai
barang berharga seperti uang emas, perhiasan-perhiasan, dan permata.
Barang-barang berharga itu kemudian disampaikan kepada Raja. Raja berterima
kasih kepada rakyatnya dan menyatakan kegembiraannya melihat kecintaan rakyat
kepada putrinya. Walaupun begitu beliau tidak mengambil semua hadiah itu.
Beliau mengusulkan agar barang-barang berharga disimpan di perbendaharaan
negara sebagai milik umum yang dapat dipergunakan setiap saat diperlukan untuk
kepentingan umum. Untuk sang Putri, beliau hanya mengambil beberapa perhiasan
emas dan permata. Perhiasan ini beliau serahkan kepada tukang emas untuk dibuat
menjadi perhiasan baru yang lebih besar dan lebih indah. Dengan senang hati
seorang empu yang sangat pandai membuat perhiasan menciptakan sebuah kalung
yang sangat indah. Kalung itu menggambarkan tanaman dengan daun-daun dari emas
dan perak, serta bunga-bunga dan buah-buahannya dari permata yang
berwarna-warni. Tak ada perhiasan seindah kalung itu dimana dan kapan pun di
dunia karena tidak ada rakyat yang pernah mencintai putri raja mereka seperti
warga Kerajaan Kutatanggeuhan.
Seluruh warga kerajaan benar-benar menunggu saat penyerahan kalung
itu kepada sang Putri yang ketujuh belas. Berkumpullah warga Kutatanggeuhan di
halaman istana. Mereka memandang ke arah anjungan, tempat Raja dan keluarga
istana akan hadir. Tak lama kemudian Raja dengan diiringi Permaisuri dan para
bangsawan pun keluarlah dari dalam istana. Raja melambaikan tangan kepada
rakyatnya dan disambut sorak-sorai gembira oleh mereka. Sorak-sorai membahana
kembali ketika Putri Gilang Rinukmi muncul diiringi belasan orang inang
pengasuh. Sang puti cantik bagaikan bidadari. Begitu cantiknya sang Putri
hingga orang-orang terpesona dan berhenti bersorak-sorai. Dalam keheningan itu
sang Raja berkata, “Warga Kutatanggeuhan yang baik, sebelum upacara selamatan
untuk menyambut usia tujuh belas tahun anakku, saya akan menyampaikan hadiah
kalian untuk Putri Gilang Rinukmi. Biarlah Tuan Putri tahu betapa besar cinta
kalian kepadanya.”Mendengar itu rakyat pun bersorak-sorai kembali. Setelah semua
tenang kemudian sang Raja membuka kotak berukir yang dibuat dari kayu cendana,
lalu mengeluarkan kalung buatan dari Empu. “Anakku Gilang Rinukmi, ini adalah
hadiah dari warga kerajaan sebagai ungkapan kegembiraan mereka karena kau sudah
menginjak dewasa. Kalung ini adalah ungkapan kasih sayang mereka kepadamu.
Pakailah supaya mereka melihat bahwa kau menerimanya dengan gembira.”Sang Putri
menerima kalung itu, lalu melihat-lihatnya sejenak. “Jelek sekali. Saya tak
suka,”katanya seraya melemparkan kalung itu ke muka sang Raja. Kalung itu putus
bercerai berai. Semua hadirin membisu menyaksikan peristiwa itu. Tak ada yang
bergerak atau dapat berkata. Semua seperti membeku.
Di dalam keheningan itu terdengarlah Permaisuri menangis. Air mata
beliau berderai membasahi wajah beliau yang sedih. Rakyat banyak mulai menangis
pula, terutama kaum wanita. Pada saat yang sama, suatu keajaiban terjadi. Dari
dalam bumi keluarlah air jernih, seakan-akan bumi pun ikut menangis. Air itu
keluar dari mata air yang besar dan dalam waktu sekejap telah membentuk sebuah
danau. Danau itu semakin luas dan akhirnya menenggelamkan Kerajaan
Kutatanggeuhan dengan segala isinya.
Danau
itu sekarang sudah surut airnya, yang tertinggal hanya sebuah danau kecil yang
ada di tengah-tengah hutan di daerah Puncak, Jawa Barat. Nama danau itu adalah
Telaga Warna. Kalau hari terang air telaga yang jernih itu berwarna-warni
dengan indahnya. Keindahan yang penuh warna itu adalah bayangan hutan di
sekeliling telaga dan langit biru di atasnya. Ada orang yang mengatakan bahwa
warna-warni itu datang dari permata yang bercerai-berai dari kalung Putri
Gilang Rinukmi dari Kerajaan Kutatanggeuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar