K
|
alau
kita melakukan perjalanan antara Kota Bandung dan Sumedang di Jawa Barat, kita
akan melalui daerah bernama Cadas Pangeran. Jalan yang melalui daerah itu
memiliki dua sisi berbeda. Sisi yang satu terdiri atas tebing perbukitan,
sementara sisi lainnya terdiri atas jurang yang dalam. Jalan yang berliku-liku
sejauh lebih kurang tiga kilometer itu ternyata dibuat di daerah yang terdiri
atas cadas. Mengapa bagian jalan itu dinamai Cadas Pangeran? Kisahnya memang
berhubungan dengan tebing dan jurang cadas serta seorang pangeran yang gagah
berani.
Pada tahun 1811 -1816, Indonesia yang ketika itu masih bernama
Hindia Belanda diperintah oleh Marsekal Herman Willem Daendels. Ia terkenal
sebagai seorang pemimpin yang keras sehingga sangat ditakuti. Ia dikirim ke
Indonesia dalam rangka mempertahankan jajahan Belanda terhadap serangan
Inggris. Agar dapat mengirim bala bantuan tentara ke berbagai daerah dengan
cepat, Daendels memerintahkan pembuatan jalan dari Anyer di Banten (Jawa Barat)
ke Panarukan (Jawa Timur).
Beban pembuatan jalan itu ditakkan di pundak para pemimpin bangsa
Indonesia. Para bupati diharuskan menyediakan tenaga kerja dan perbekalan serta
peralatan. Mereka terpaksa mengerahkan rakyat untuk melaksanakan pekerjaan
berat berat itu dan membekali mereka dengan perlengkapan dan peralatan
seadanya. Dapatlah diduga bahwa rakyat sangat menderita, lebih-lebih rakyat
Sumedang yang harus membuat jalan melalui bukit-bukit cadas. Karena beratnya
pekerjaan, banyak di antara mereka yang sakit dan bahkan meninggal.
Penderitaan mereka itu benar-benar memasygulkan Pangeran
Kusumahdinata, bupati Sumedang ketika itu. Tak habis-habisnya beliau memikirkan
cara yang mungkin dilakukan untuk meringankan penderitaan mereka. Akan tetapi,
cara itu tidak beliau temukan. Akhirnya beliau memutuskan untuk menghentikan
kerja mereka. Beliau memerintahkan agar rakyat berhenti membuat jalan itu.
Perintah beliau itu benar-benar melegakan hati rakyat, tetapi
sekaligus menimbulkan kegemparan di kalangan bangsawan. Tindakan Pangeran
Kusumahdinata sangat membahayakan, apalagi orang tahu bahwa Daendels terkenal
sebagai seorang pemimpin yang keras. Tidaklah sia-sia kalau ia digelari dengan
nama Mas Galak. Apakah yang akan terjadi kalau pada suatu ketika Daendels
datang untuk memeriksa perkembangan pembuatan jalan itu?
Saat yang dicemaskan itu pun tibalah. Tampaknya Daendels mendapat
laporan bahwa rencananya mendapat hambatan di daerah Sumedang. Ia pun segera
melakukan peninjauan ke tempat itu. Pangeran Kusumahdinata datang pula ke
tempat itu menyambutnya. Ketika mereka bertemu, Pangeran Kusumahdinata
menyalaminya dengan tangan kiri sementara tangan kanan beliau memegang hulu keris.
“Apa artinya ini?” tanya Daendels dengan heran dan marah. “Tuan
melihat bahwa rakyat saya berhenti bekerja. Pasti Tuan akan menghukum saya.
Akan tetapi, sebelum serdadu Tuan menembak saya, saya dapat membunuh Tuan dulu
dengan kiris ini, “ujar sang Pangeran. Mendengar itu Daendels tertegun.
“Mengapa Pangeran memerintahkan mereka berhenti bekerja?” tanya
Daendels. “Rakyat saya sangat menderita. Mereka harus melaksanakan pekerjaan
yang telalu berat. Kami tidak punya peralatan yang memadai. Saya tidak mau
mereka mati disini”.
Seperti Pangeran Kusumahdinata sendiri, Daendels pun adalah seorang
pribadi yang bersifat ksatria. Ia memahami maksud Pangeran Kusumahdinata dan
merasakan keprihatinannya. Sebagai seorang perwira, Daendels sangat menghargai
keberanian Pangeran Kusumahdinata. Ia tidak menghukum pangeran itu, tetapi
justru memerintahkan anak buahnya untuk mengerahkan pasukan zeni.
Pasukan khusus dengan perlengkapan modern ini akhirnya menyelesaikan
pembuatan jalan di daerah sulit itu.
Jalan
yang dibuat pasukan zeni Belanda itu sekarang sudah tidak dipergunakan lagi.
Jalan yang menghubungkan Bandung dan Sumedang sekarang adalah jalan baru.
Walaupun begitu, jalan itu pun tetap disebut Cadas Pangeran, untuk menghormati
Pangeran Kusumahdinata yang siap mengorbankan jiwa demi kepentingan rakyatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar