Raden Inu Kertapati adalah putra mahkota kerajaan Jenggala. Tubuhnya tegap wajahnya tampan, ramah kepada siapa saja, termasuk kepada kedua pembantu setianya.
Raden Inu Kertapati sudah ditunangkan dengan seorang putri dari
kerajaan Kediri namanya Dewi Candra Kirana.
Pada suatu hari Raden Inu Kertapati bermaksud mengunjungi
tunangannya di Kediri, ia diiringi perbekalan lengkap dan iringan pengawal.
Di tengah perjalanan rombongan itu dihadang oleh segerombolan
penjahat dari Negeri Asmarantaka yang dipimpin oleh Panji Semirang. Raden Panji
bersiap-siap, namun ternyata gerombolan itu tidak menyerang.
Dua orang gerombolan maju mendekati Raden Inu Kertapati. “Hamba
mohon Raden berkenan menemui pemimpin kami Raden Panji Semirang.”
“Baik,” jawab Raden Inu Kertapati tanpa merasa takut namun tetap
waspada. Ternyata Raden Inu Kertapati disambut dengan ramah tamah oleh Raden
Panji Semirang.
“Lho kok berbeda dengan apa yang kudengar selama ini, bahwa Negeri
Asmarantaka adalah negeri para pengacau yang suka menculik orang.” Gumam Raden
Inu Kertapati.
“Kabar itu tidak benar, kami, kami hanya mengajak mereka untuk
bermukim di negeri kami, kalau tak mau kami tak pernah memaksa.” Kata Raden
Panji Semirang.
“Kalau begitu aku akan melanjutkan perjalananku.”
“Hendak kemanakah Raden?”
“Aku akan menemui calon istriku di Negeri Kediri.”
“Oh, Kediri, saya tahu di sana ada dua orang putri yang cantik, namanya
Dewi Candrakirana dan Dewi Ajeng. Raden mau pilih yang mana?”
“Calon istri saya adalah Dewi Candrakirana.” Jawab Raden Inu
Kertapati mantap.
Walau baru bertemu Raden Inu Kertapati merasa akrab dengan Raden
Panji Semirang. Rasanya ia sudah kenal dekat dengan orang ini. Namun ia lupa
dimanakah ia pernah bertemu dengan wajah
yang sepertinya tak asing lagi ini.
Setelah pembicaraan dirasa cukup Raden Inu Kertapati minta ijin
untuk meneruskan perjalanan menuju kediri.
“Baiklah Raden, selamat jalan, sampai bertemu lagi.” Kata Raden
Panji Semirang.
Sampai di Negeri Kediri mereka disambut dengan penuh suka cita dan
sangat meriah.
Tak kurang istri selir Raja Kediri bernama Dewi Liku dan putrinya
Dewi Ajeng ikut menyambut kehadiran Raden Inu Kertapati.
Tapi Dewi Candrakirana malah tidak kelihatan.”Kenapa ia tak datang
menyambutku?” tanya Raden Inu Kertapati.
“Kanda Dewi Candrakirana sakit ingatan dan telah lama pergi dari
istana.” Kata Dewi Ajeng.
Mendengar keterangan itu seketika Raden Inu Kertapati kaget dan
jatuh pingsan. Ia segera dibawa masuk ke dalam istana. Dewi Liku ternyata
mempunyai kekuatan sihir, atas desakannya maka Raja Kediri memutuskan untuk
menikahkan Raden Inu Kertapati dengan Dewi Ajeng.
Dewi Ajeng gembira sekali, dia membayangkan alangkah bahagianya jika
dapat bersanding dengan Raden Inu Kertapati yang tampan.
Raja Kediri memerintahkan seluruh punggawa untuk mempersiapkan pesta
pernikahan Raden Inu Kertapati dengan Dewi Ajeng. Gapura atau pintu gerbang
dihias seindah mungkin.
Panggung kesenian segera didirikan. Di sepanjang jalan menuju istana
dihias dengan umbul-umbul dan aneka bunga bermacam warna.
Berbagai jenis makanan dan minuman disediakan. Kamar pengantin
dihias dengan indah dan diberi minyak wangi dari jenis yang terbaik. Persiapan
benar-benar telah sempurna.
Tetapi rencana jahat Dewi Liku untuk menjodohkan putri Dewi Ajeng
dengan Raden Inu Kertapati ternyata tidaklah berjalan mulus.
Tiba-tiba terjadi kebakaran hebat yang menghanguskan seluruh
persiapan pernikahan.
Di tengah kobaran api yang menyala-nyala nampak rombongan Raden Inu
Kertapati menaiki kuda bergerak meninggalkan istana.
Di tengah perjalanan barulah pengaruh sihir Dewi Liku lenyap dari
pikiran Raden Inu Kertapati.
Pangeran muda ini tersadar dan teringat kepada kekasihnya. Wajah
kekasihnya tak jauh beda dengan wajah Panji Semirang. Jangan-jangan Panji
Semirang adalah kekasihnya yang sedang menyamar.
“Oh, Dewi Candrakirana dimana sekarang kau berada.”
Ia kemudian mengajak rombongannya untuk segera mencari Dewi Candra
Kirana. Tujuan mereka adalah Negeri Asmarantaka dimana Panji Semirang berada.
Ternyata Panji Semirang telah meninggalkan negeri itu. Raden Inu Kertapati
memerintahkan anak buahnya terus mencari ke seluruh penjuru, namun tak
seorangpun menjumpainya.
Pencarian terus dilakukan, hingga mereka sampai di negeri Gegelang.
Raja Negeri Gegelang masih kerabat Raja Jenggala maka Raden Inu Kertapati
disambut dengan baik.
Pada saat itu Negeri Gegelang sedang diganggu oleh gerombolan
perampok sakti yang dipimpin oleh Lasan dan Setegal. Raden Inu Kertapati dan
rombongannya bersedia memberantas para perampok itu, mereka bekerjasama dengan
para prajurit kerajaan Gegelang.
Hingga pada suatu hari Raden Inu Kertapati memergoki gerombolan
perampok itu di sebuah desa. Raden Inu Kertapati,” kalian boleh pilih, menyerah
atau kami binasakan!”
“Hohohooo ... anak muda, lebih baik aku mati daripada menyerahkan
diri kepadamu.” Kata pemimpin rampok.
Tanpa buang waktu lagi pasukan yang dipimpin Raden Inu Kertapati
segera bergerak menyerbu. Terjadilah pertempuran sengit, korban berjatuhan di
pihak para perampok.
Raden Inu Kertapati berhadapan langsung dengan Lasan dan Setegal.
Pangeran muda ini bertempur dengan gagah berani. Mengeluarkan segenap
kesaktiannya, tidak berapa lama kemudian kedua pempimpin rampok itu roboh ke
tanah, berkelojotan lalu mati. Para prajurit Gegelang bersorak-sorai atas
kemenangan Raden Inu Kertapati, rakyat menyambutnya dengan gembira.
Raja Gegelang mengadakan pesta tujuh hari tujuh malam untuk
merayakan kemenangan itu. Pada malam ketujuh Raja memanggil seorang ahli
pantun.Ahli pantun itu seorang pemuda namun
bertubuh gemulai. Ia membawakan pantun
yang ternyata menceritakan perjalanan hidup Dewi Candrakirana dan Raden Inu
Kertapati. Raden Inu langsung teringat kekasihnya, ia penasaran. Segera
diselidiki siapa sebenarnya pembawa pantun itu, ternyata ia tak lain adalah
Panji Semirang alias Dewi Candrakirana sendiri.
Sepasang kekasih itu saling melepas rindu. Dewi Candrakirana
bercerita bahwa Dewi Liku yang membuatnya hilang ingatan dan terusir dari
istana Daha.
Untunglah ada seorang pertapa sakti yang mau mengobati Dewi
Candrakirana sehingga ia sembuh dan berkelana dari satu negeri ke negeri
lainnya.
Raden Inu Kertapati terharu mendengar kisah calon istrinya itu. Esok
paginya mereka berangkat ke Negeri Jenggala dan menjadi sepasang suami istri
yang bahagia. Pernikahan mereka dilangsungkan dengan pesta meriah dan
besar-besaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar