Selasa, 30 Oktober 2012

PANJI SEMIRANG


Raden Inu Kertapati adalah putra mahkota kerajaan Jenggala. Tubuhnya tegap wajahnya tampan, ramah kepada siapa saja, termasuk kepada kedua pembantu setianya.
Raden Inu Kertapati sudah ditunangkan dengan seorang putri dari kerajaan Kediri namanya Dewi Candra Kirana.
Pada suatu hari Raden Inu Kertapati bermaksud mengunjungi tunangannya di Kediri, ia diiringi perbekalan lengkap dan iringan pengawal.
Di tengah perjalanan rombongan itu dihadang oleh segerombolan penjahat dari Negeri Asmarantaka yang dipimpin oleh Panji Semirang. Raden Panji bersiap-siap, namun ternyata gerombolan itu tidak menyerang.

Dua orang gerombolan maju mendekati Raden Inu Kertapati. “Hamba mohon Raden berkenan menemui pemimpin kami Raden Panji Semirang.”
“Baik,” jawab Raden Inu Kertapati tanpa merasa takut namun tetap waspada. Ternyata Raden Inu Kertapati disambut dengan ramah tamah oleh Raden Panji Semirang.
“Lho kok berbeda dengan apa yang kudengar selama ini, bahwa Negeri Asmarantaka adalah negeri para pengacau yang suka menculik orang.” Gumam Raden Inu Kertapati.
“Kabar itu tidak benar, kami, kami hanya mengajak mereka untuk bermukim di negeri kami, kalau tak mau kami tak pernah memaksa.” Kata Raden Panji Semirang.
“Kalau begitu aku akan melanjutkan perjalananku.”
“Hendak kemanakah Raden?”
“Aku akan menemui calon istriku di Negeri Kediri.”
“Oh, Kediri, saya tahu di sana ada dua orang putri yang cantik, namanya Dewi Candrakirana dan Dewi Ajeng. Raden mau pilih yang mana?”
“Calon istri saya adalah Dewi Candrakirana.” Jawab Raden Inu Kertapati mantap.
Walau baru bertemu Raden Inu Kertapati merasa akrab dengan Raden Panji Semirang. Rasanya ia sudah kenal dekat dengan orang ini. Namun ia lupa dimanakah ia pernah  bertemu dengan wajah yang sepertinya tak asing lagi ini.
Setelah pembicaraan dirasa cukup Raden Inu Kertapati minta ijin untuk meneruskan perjalanan menuju kediri.
“Baiklah Raden, selamat jalan, sampai bertemu lagi.” Kata Raden Panji Semirang.
Sampai di Negeri Kediri mereka disambut dengan penuh suka cita dan sangat meriah.
Tak kurang istri selir Raja Kediri bernama Dewi Liku dan putrinya Dewi Ajeng ikut menyambut kehadiran Raden Inu Kertapati.
Tapi Dewi Candrakirana malah tidak kelihatan.”Kenapa ia tak datang menyambutku?” tanya Raden Inu Kertapati.
“Kanda Dewi Candrakirana sakit ingatan dan telah lama pergi dari istana.” Kata Dewi Ajeng.
Mendengar keterangan itu seketika Raden Inu Kertapati kaget dan jatuh pingsan. Ia segera dibawa masuk ke dalam istana. Dewi Liku ternyata mempunyai kekuatan sihir, atas desakannya maka Raja Kediri memutuskan untuk menikahkan Raden Inu Kertapati dengan Dewi Ajeng.
Dewi Ajeng gembira sekali, dia membayangkan alangkah bahagianya jika dapat bersanding dengan Raden Inu Kertapati yang tampan.
Raja Kediri memerintahkan seluruh punggawa untuk mempersiapkan pesta pernikahan Raden Inu Kertapati dengan Dewi Ajeng. Gapura atau pintu gerbang dihias seindah mungkin.
Panggung kesenian segera didirikan. Di sepanjang jalan menuju istana dihias dengan umbul-umbul dan aneka bunga bermacam warna.
Berbagai jenis makanan dan minuman disediakan. Kamar pengantin dihias dengan indah dan diberi minyak wangi dari jenis yang terbaik. Persiapan benar-benar telah sempurna.
Tetapi rencana jahat Dewi Liku untuk menjodohkan putri Dewi Ajeng dengan Raden Inu Kertapati ternyata tidaklah berjalan mulus.
Tiba-tiba terjadi kebakaran hebat yang menghanguskan seluruh persiapan pernikahan.
Di tengah kobaran api yang menyala-nyala nampak rombongan Raden Inu Kertapati menaiki kuda bergerak meninggalkan istana.
Di tengah perjalanan barulah pengaruh sihir Dewi Liku lenyap dari pikiran Raden Inu Kertapati.
Pangeran muda ini tersadar dan teringat kepada kekasihnya. Wajah kekasihnya tak jauh beda dengan wajah Panji Semirang. Jangan-jangan Panji Semirang adalah kekasihnya yang sedang menyamar.
“Oh, Dewi Candrakirana dimana sekarang kau berada.”
Ia kemudian mengajak rombongannya untuk segera mencari Dewi Candra Kirana. Tujuan mereka adalah Negeri Asmarantaka dimana Panji Semirang berada.
Ternyata Panji Semirang telah meninggalkan negeri itu. Raden Inu Kertapati memerintahkan anak buahnya terus mencari ke seluruh penjuru, namun tak seorangpun menjumpainya.
Pencarian terus dilakukan, hingga mereka sampai di negeri Gegelang. Raja Negeri Gegelang masih kerabat Raja Jenggala maka Raden Inu Kertapati disambut dengan baik.
Pada saat itu Negeri Gegelang sedang diganggu oleh gerombolan perampok sakti yang dipimpin oleh Lasan dan Setegal. Raden Inu Kertapati dan rombongannya bersedia memberantas para perampok itu, mereka bekerjasama dengan para prajurit kerajaan Gegelang.
Hingga pada suatu hari Raden Inu Kertapati memergoki gerombolan perampok itu di sebuah desa. Raden Inu Kertapati,” kalian boleh pilih, menyerah atau kami binasakan!”
“Hohohooo ... anak muda, lebih baik aku mati daripada menyerahkan diri kepadamu.” Kata pemimpin rampok.
Tanpa buang waktu lagi pasukan yang dipimpin Raden Inu Kertapati segera bergerak menyerbu. Terjadilah pertempuran sengit, korban berjatuhan di pihak para perampok.
Raden Inu Kertapati berhadapan langsung dengan Lasan dan Setegal. Pangeran muda ini bertempur dengan gagah berani. Mengeluarkan segenap kesaktiannya, tidak berapa lama kemudian kedua pempimpin rampok itu roboh ke tanah, berkelojotan lalu mati. Para prajurit Gegelang bersorak-sorai atas kemenangan Raden Inu Kertapati, rakyat menyambutnya dengan gembira.
Raja Gegelang mengadakan pesta tujuh hari tujuh malam untuk merayakan kemenangan itu. Pada malam ketujuh Raja memanggil seorang ahli pantun.Ahli pantun itu seorang pemuda namun bertubuh gemulai. Ia membawakan  pantun yang ternyata menceritakan perjalanan hidup Dewi Candrakirana dan Raden Inu Kertapati. Raden Inu langsung teringat kekasihnya, ia penasaran. Segera diselidiki siapa sebenarnya pembawa pantun itu, ternyata ia tak lain adalah Panji Semirang alias Dewi Candrakirana sendiri.
Sepasang kekasih itu saling melepas rindu. Dewi Candrakirana bercerita bahwa Dewi Liku yang membuatnya hilang ingatan dan terusir dari istana Daha.
Untunglah ada seorang pertapa sakti yang mau mengobati Dewi Candrakirana sehingga ia sembuh dan berkelana dari satu negeri ke negeri lainnya.
Raden Inu Kertapati terharu mendengar kisah calon istrinya itu. Esok paginya mereka berangkat ke Negeri Jenggala dan menjadi sepasang suami istri yang bahagia. Pernikahan mereka dilangsungkan dengan pesta meriah dan besar-besaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar